Kamis, 05 November 2015

MIPA faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan mipa di sekolah serta masalah-masalah pengembangan pendidikan mipa

MAKALAH
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN MIPA DI
SEKOLAH SERTA MASALAH-MASALAH DAN PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN MIPA PADA MASA KINI
Diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan MIPA
Disusun oleh :
Elis Fitriani (14102032011 CA)
Suryasih (14102032005 CA)
Dosen Pembimbing :
Dede Yana, MPd.
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (STKIP) BANTEN
Komp. Purna Bhakti Drangong Taktakan Serang-Banten
2015
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
hidayah dan karunia-Nya selama ini, sehingga penyusunan makalah Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pendidikan MIPA di Sekolah serta Masalah-masalah dan Pengembangan
Pendidikan MIPA pada Masa Kini dapat diselesaikan.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas semester
tiga pada mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan MIPA.
Atas partisipasi dan dukungannya dalam penyusunan makalah ini, penyusun
mengucapkan terima kasih khususnya kepada:
1. Allah SWT.
2. Keluarga tercinta yang selalu mendukung penyusun dalam segi material maupun moril.
3. Bapak H. Ir. Ahmad Yanuar Syauqi, M. BAT, selaku ketua yayasan Insan Aqillah.
4. Ibu Dede Yana, MPd, selaku dosen mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan MIPA
5. Para Dosen STKIP Banten.
6. Teman-teman STKIP Banten.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan, oleh karena itu,jika ada saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini agar
dapat bermanfaat sebagai mana mestinya penyusun mengucapkan terimakasih.
Cilegon, Oktober 2015
Penyusun 6
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 1
1.3 Tujuan.................................................................................................................. 1
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN MIPA
DI SEKOLAH SERTA MASALAH-MASALAH DAN PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN MIPA PADA MASA KINI················································ 2
2.1 Pengertian MIPA................................................................................................. 2
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan MIPA di Sekolah.................... 2
2.2.1 Guru (Pengajar).......................................................................................... 2
2.2.2 Siswa.......................................................................................................... 4
2.2.3 Sarana dan Prasarana.................................................................................. 5
2.2.4 Penilaian..................................................................................................... 5
2.3 Permasalahan Pendidikan MIPA Masa Kini........................................................ 6
2.4 Pengembangan Pendidikan MIPA Masa Kini...................................................... 8
2.4.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika.................................................... 8
2.4.2 Teori Perkembangan Piaget...................................................................... 12
2.4.3 Media Pembelajaran................................................................................. 13
2.4.4 Contoh Pembelajaran Matematika........................................................... 15
BAB III SIMPULAN.................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan sains dan teknologi serta upaya-upaya untuk mengatasi pengaruh
lingkungan menuntut dunia pendidikan lebih berkembang lagi, khususnya pendidikan
MIPA. MIPA sebagai ilmu dasar dan sekaligus ilmu bantu dalam perkembangan
teknologi memegang peranan yang sangat penting. Semakin majunya teknologi dan sains,
menuntut pendidikan MIPA untuk menemukan bentuk-bentuk baru dan tidak bisa lepas
pula dari segala permasalahannya, khususnya untuk ruang lingkup pendidikan MIPA di
sekolah-sekolah. Kita sebagai calon guru sudah sewajarnya untuk mengetahui segala
permasalahan pendidikan MIPA terutama hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar di sekolah-sekolah. Pengetahuan tentang permasalahan pendidikan MIPA yang
berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari di dalam proses belajar mengajar akan
menembah wawasan kita dan sekaligus memberikan dampak yang positif terhadap para
siswa kita. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan MIPA dan permasalahan serta perkembangannya hingga saat
ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu MIPA dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)?
2. Apa itu Pendidikan MIPA?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan MIPA di sekolah?
4. Apa saja masalah-masalah dan pengembangan MIPA pada masa kini?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi MIPA.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan MIPA di sekolah.
3. Mengetahui masalah-masalah dan pengembangan MIPA pada masa kini.
4. Memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan MIPA.
2
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN MIPA
DI SEKOLAH SERTA MASALAH-MASALAH DAN
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MIPA PADA MASA KINI
2.1 Pengertian MIPA
MIPA adalah kependekan dari MIPA dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dimana
penggabungan dari dua cabang ilmu yaitu MIPA dan ilmu pengetahuan Alam. Tujuan dari
penggabungan menjadikan satu ilmu adalah agar cabang-cabang ilmu yang saling
berkaitan itu dapat di satu rumpunkan hingga dapat saling menunjang satu sama lainnya
dalam penyajiannya ataupun pengembangannya.
Adapun hakekat IPA sebagai pembantu ilmu MIPA agar menjadi satu rumpun
ilmu pengetahuan yang sejak zaman dahulu yang masih sederhana menjadi sumber
pemikiran teknologi, yang hasil-hasilnya sangat dibutuhkan dan mempengaruhi tinggi
rendahnya kebudayaan manusia sampai dengan zaman modern dan teknologi sekarang ini.
Adapun cabang-cabang dari IPA tersebut ada 5 cabang, yaitu: Fisika, Biologi, Kimia,
Geologi, dan Astronomi, yang sekarang ini dapat mengubah dunia menjadi sangat maju.
MIPA adalah ilmu hitung menghitung yang hanya berhubungan dengan angka,
sementara IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan lingkungan kehidupan sekitar dan
mahluk hidup.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan MIPA di Sekolah
2.2.1 Guru (Pengajar)
Pengajar melaksanakan kegiatan mengajar sehingga proses belajar diharapkan
dapat berlangsung efektif. Kemampuan pengajar dalam menyampaikan matematika dan
sekaligus menguasai materi yang diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses
belajar. Kepribadian, pengalaman dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika juga
berpengaruh terhadap efektivitasnya proses belajar. Penguasaan materi matematika dan
3
cara penyampaiannya merupakan syarat yang tidak dapat ditawar lagi bagi pengajar
matematika. Seorang pengajar matematika yang tidak menguasai materi matematika yang
akan diajarkan tidak mungkin ia dapat mengajar matematika dengan baik. Demikian juga
seorang pengajar yang tidak menguasai berbagai cara penyampaian, ia hanya mengejar
terselesaikannya bahan yang diajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan
peserta didik. Dalam hal yang pertama, mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran
matematika dan dalam hal yang kedua dapat menimbulkan kesulitan peserta didik dalam
memahami pengajaran bahkan mungkin menjadi frustrasi dalam diri peserta didik. Jika
situasi yang dilukiskan itu terjadi, berarti proses belajar mengajar matematika tidak
berlangsung efektif dantentu saja peserta didik menjadi gagal dalam belajar matematika.
Kita mengenal suatu peribahasa yang berbunyi : “Guru kencing berdiri, murid
kencing berlari”. Ini menyiratkan tentang keteladanan. Ini ternyata tidak hanya berlaku
bagi kita di Indonesia. Sebagai misal dapat dikemukakan pendapat ahli barat yang
mengatakan bahwa mengajar adalah suatu pekerjaan sukar yang berkelanjutan yang perlu
dilakukan lewat kasih sayang dengan mengawasi, mengingatkan, menghukum,
danmemuji tetapi di atas segala- Galanya : dengan contoh. Sehubungan dengan
keteladanan ini,kiranya tidak berlebihan jikaseorang guru dituntut untuk misalnya
berpakaian layak, bersikap lemah lembutnamun tegas, memiliki gayabicara yang baik,
memiliki sikap dangaya yang baik dalam misalnya berdiri, berjalan, duduk dansebagainya
dan mempunyai semangat mengajar dan bekerja sama dengan parapeserta didik.
Selain yang tersebut di atas, sehubungandengan apakah seorang guru dapat
mengajar dengan baik atau tidak, ada beberapa ketentuan yang patutmendapat perhatian
kita diantaranya ialah seperti yang diuraikan di bawah. Pertama seorang guru yang baik
perlu memiliki pengetahuan yang cukup mendalamtentang ilmu (misalnya Ilmu
Pengetahuan Alam atau cabang-cabangnya) yang diajarkannya. Hendaknya guru itu
mempunyai pengetahuantentang bahanyang diajarkan nya itujauh melebihi para siswa
yang diajarkannya.Karena itu dipersyaratan bahwaseorang guru pada suatu
jentangpendidikan tertentu harus memperoleh ijazah pada jenjangpendidikan yang tinggi.
Kedua, seorang guru yang baik perlu memiliki pengetahuan yang cukupmendalam
tentang psikologi dari yangbersifat umum, sampoaipsikologi pendidikan dan psikologi
4
adolesen.Pengetahuan tentangpsikologi ini akan membantu guru untuk secara
lebihtepatmengarahkan siswanya belajar.
Ketiga,untuk dapat mengajar dengan sangkil dan mangkus, seorang guru
perlukumengetahui metodologi yang baik. Yang lebih penting lagi ialah bahwaia harus
mampu memilih metode mengajar yang paling sesuai dengan dirinya.
Keempat, seorang guru perlu mempelajari sejarah pendidikandan filsafat
pendidikan. Dengan demikian ia diharapkan tidak akan mengulangi kesalahan mengajar
yang dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Sementara itu iamengetahui hakekat
pendidikan yang sebenarnya.
2.2.2 Siswa
Faktor siswa atau murid sebagai peserta didik merupakan faktor yang penting
dalam proses belajar mengajar MIPA. Tujuan dari proses belajar mengajar sebagai proses
interaksi edukatif adalah membantu siswa dalam mengarahkan perubahan tingkah laku
secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan.
Dalam membicarakan murid ini banyak faktor-faktor yang perlu mendapat
perhatian, lebih-lebih hubungannya dengan belajar MIPA. MIPA atau ilmu pasti bagi
anan-anak pada umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan
pelajaran yang paling dibenci. Karena itu dalam interaksi belajar mengajar MIPA seorang
guru perlu memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut murid, diantara faktor-faktor
yang perlu diperhatikan adalah:
1. Apakah siswa cukup cerdas?
2. Apakah siswa cukup berbakat?
3. Apakah siswa sudah siap belajar MIPA?
4. Apakah siswa mau belajar?
5. Apakah siswa berniat dan tertarik?
6. Apakah siswa senang dengan cara belajar yang kita berikan?
7. Apakah suasana interaksi belajar mengajar mendorong siswa belajar?
8. Apakah siswa menerima pelajaran dengan jelas dan benar?
9. Apakah suasana lingkungan menunjang interaksi belajar mengajar?dan sebagainya.
5
2.2.3 Sarana dan Prasarana
Proses belajar mengajar akan berlangsung lebih baik lagi jika sarana dan
prasarananya menunjang. Sarana yang cukup lengkap seperti adanya perpustakaan dengan
buku-buku MIPA yang relevan dan menunjang kegiatan belajar mengajar merupakan
fasilitas yang penting. Adanya sarana laboratorium MIPA yang sederhana dengan
perlengkapan dan pembiayaan yang cukup dapat meningkatkan kualitas pelajar MIPA
para siswanya.
Demikian pula dengan adanya prasarana yang cukup seperti ruangan yang sejuk
dan bersih, tempat duduk yang nyaman, papan tulis yang memadai, perlengkapan MIPA
seperti mistar, jangka, segitiga, busur derajat, mikroskop, dan lain-lain tersedia akan lebih
memperlancar terjadi proses belajar mengajar MIPA.
2.2.4 Penilaian
Penilaian dipergunakan disamping untuk melihat hasil beelajarnya, tetapi juga
untuk melihat bagaimana berlangsungnya interaksi antara pengajar dan peserta didik.
Misalnya kita dapat menganalisis tentang:
a. Keberhasilan peserta didik dalam belajar matematika
b. Apakah di dalam proses belajar matematika itu didominasi pengajar ataukah
komunikasi terjadi dua arah.
c. Apakah pertanyaan dianjurkan pengajar kepada peserta didik merangsang belajar
ataukah mematikan.
d. Apakah pertanyaan yang diajukan pengajar menyangkut ranah kognitif rendah
seperti ingatan dan pemahaman saja ataukah ranah kognitif tinggi seperti
penyelesian masalah.
Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegitan belajar sehingga dapat diharapkan
memperbaiki hasil belajar disamping itu, penilaian juga mengacu ke proses belajaranya.
Yang dinilai dalam proses belajar itu adalah bagaimana langkah-langkahnya berpikir
peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika. Apabila langkah berfikir dalam
menyelesaikan masalah benar, menunjukkan proses belajarnya baik. Dengan demikian
6
apabila hasil penilaian menunjukkan proses belajar baik,. Maka hasil belajarnyapun baik,
walaupun misalnya pada langkah terakhir dalam menyelesaikan masalah hasil terakhirnya
salah.
2.3 Permasalahan Pendidikan MIPA Masa Kini
Pendidikan senantiasa merupakan beban dan tantangan bagi setiap negara yang tak
ada henti-hentinya. Beban dan tantangan itu datang dari berbagai sumber diantaranya;
kemajuan sains dan teknologi, pertumbuhan penduduk, keterbatasan dana dan masih
banyak kendala kendala lainnya. Semua orang khususnya kita sebagai pendidik dan guru,
harus menyadari adanya tantangan tersebut dan berusaha mengambil bagian dalam bidang
dan kemampuan kita masing-masing.
Kita sebagai tenaga pendidik MIPA umunya dan bidang studi matematika
khususnya perlu untuk mengetahui permasalahan yang ada disekitar kita. Selain itu kita
perlu pula untuk memahami perkembangan tentang proses belajar mengajar yang sesuai
dengan tuntutan dan harapan dewasa ini.
 Permasalahan Pengajaran Matematika Disekolah
Ada beberapa masalah pokok yang perlu mendapat perhatian dari kita sebagai
guru matematika disekolah menengah tingkat pertama. Permasalahan ini adalah
permaalahan yang lebih bersifat umum. Namun demikian untuk menambah wawasan kita
ada baiknya untuk diungkap kembali, sehingga dapat mebantu kita dalam menyampaikan
materi matematika SMP khusunya dan problematika pengajaran MIPA pada umumnya.
Untuk keperluan pembahasan permasalahan diatas akan kita tinjau bebrapa
pendapat para ahli pendidikan matematika yang kesemuanya bersumber dari bukubukunya
yang dijadikan referensi modul ini.
 Kualitas Masukan Sekolah
Pada zaman sekarang ini kebutuhan akan pendidikan sudah merupakan kebutuhan
pokok yang mutlak diperlukan oleh hampir seluruh lapisan masyaratkat. Sedangkan pada
zaman dulu endidkan tidak populer seperti zaman sekarang ini. Pada zaman yang lampau
7
kesadaran dan kesempatan untuk bersekolah tidak seperti sekarang. Lebih-lebih pada
zaman penjajahan sekolah hanya diperuntukan untuk lapisan masyarakat tertentu.
Sepuluh tahun atau dua puluh tahun kita merdeka keperluan kan pendidikan tidak
sepesat seperti sekarang ini, walaupun ada peningkatan dibandingkan zaman penjajahan.
Pada waktu itu orang tua umumnya menyekolahkan anaknya cukup sampai sekolah dasar
saja asal bisa membaca, menulis dan sedikit berhitung. Anak-anak yang melanjutkan
kesekolah menengah sedikit sekali dan terpilih. Namun ada juga orang tua yang
menyekolahkan anaknya sampai ke junjang yang lebih tinggi. Namun itu hanya anak-anak
yang pandai yang dapat diterima itu.
Di zaman seperti sekarang ini, orangtua tidak puas bila anaknya hanya tamat SD,
apalagi tidak sekolah. Orangtua umumnya menginginkan agar anaknya mendapatkan
pendidikan disekolah menengah, kalau mungkin perguruan tinggi. Orangrua berusaha
sekuat kemampuan agar anaknya dapat sekolah seperti anak-anak yang lainnya walaupun
dengan biaya yang cukup mahal dan tempat relatif jauh.
Demikian salah satu sebab utama kualitas anak untuk sekolah menengah pada
umumnya menjadi menurun. Akibat dari banyaknya anak yang kurang mampu untuk
mengikuti kegiatan, guru-guru tidak dapat lagi mempertahankan mutu seperti sediakala.
Dalam setiap tahun terpaksa sebagian besar anak-anak harus naik kelas dan harus lulus
walaupun dengan kemampuan yang pas-pasan, karena yang akan masuk sebagai siswa
baru sudah ngantri.
 Minat Siswa terhadap Matematika
Banyak orang tua yang telah mengetahui dan mengakui manfaat dan bantuan
matematika kepada berbagai bidang ilmu dan kehidupan, namun tidak sedikitpula orang
yang menganggap bahwa matematika ilmu yang tidak menarik. Demikian pula bagi anakanak
pada umumnya banyak yang tidak menyenangi pelajaran matematika.
 Pengajaran Matematika
Matematika adalah salah satu alat untuk mengembangkan cara berfikir.
Matematika diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, untuk perkembangan IPA dan untuk
perkembangan teknologi. Akibatnya, matematika perlu diberikan sebagai bekal kepada
8
setiap peserta didik sejak SD. Namun dilain pihak, mmatematika pada hakikatnya adalah
suatu ilmu yang penalarannya bersifat deduktif formal dan abstrak.
Sebagai guru MIPA umumnya dan guru matematika khususnya harus menyadari
kondisi diatas yang merupakan permasalahan dan kendala dalam proses belajar mengajar
matematika yang demikian adanya.
2.4 Pengembangan Pendidikan MIPA Masa Kini
Disadari sepenuhnya bahwa bagi sebagian siswa sekolah dasar, matematika
menjadi pelajaran yang tidak menyenangkan, bahkan dibenci. Tentu, hal ini akan
berdampak pada hasil belajarnya. Ketidaksukaan siswa akan matematika dapat
disebabkan banyak hal, seperti cara guru mengajar yang kurang tepat, metode
pembelajaran yang kurang menarik, bahkan dapat juga disebabkan berbagai pandangan
negatif akan kesulitan matematika yang sering siswa dengar dari orang lain, semisal orang
tuanya. Sesungguhnya, memang matematika mempunyai faktor penyulit bagi yang ingin
mempelajarinya, yakni karakteristik matematika yang abstrak sementara di sisi lain
kemampuan abstraksi siswa, terutama siswa sekolah dasar, masih rendah. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi guru agar menjadikan matematika yang abstrak itu menjadi
“nyata” dalam benak siswa. Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran atau alat peraga yang sesuai. Selain itu guru perlu juga menjadikan
pembelajarannya agar lebih menarik, misalnya melalui permainan, mengingat anak
sekolah dasar, dalam tahap perkembangan psikologisnya masih menyukai permainan.
2.4.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika
Sampai saat ini, tidak ada pendapat yang seragam mengenai pengertian
matematika. Sebagian orang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar
berhitung dengan menggunakan rumus dan angka-angka. Namun, sebagaimana halnya
musik bukan sekedar bernyanyi, matematika bukan pula sekedar berhitung atau berkutat
dengan rumus-rumus dan angka-angka. Herman Hudojo mengemukakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur
dengan konsep-konsep abstrak. Sementara Slamet Dajono memberikan 3 macam
9
pengertian elementer mengenai matematika sebagai berikut.
a. Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan dan ruang.
b. Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksi
berbagai struktur dan pola yang dapat diimajinasikan.
c. Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para matematisi.
Lepas dari berbagai pendapat yang tampak berbeda mengenai pengertian
matematika tersebut, tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama. Menurut
Soedjadi, karakteristik matematika adalah: memiliki objek abstrak, bertumpu pada
kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong arti, memperhatikan
semesta pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnya.
Menurut Bell, objek matematika terdiri atas fakta, keterampilan, konsep, dan
prinsip. Berikut adalah uraian mengenai objek-objek matematika tersebut.
1. Fakta
Fakta adalah semua kesepakatan dalam matematika, seperti simbol-simbol
matematika. Siswa dikatakan memahami fakta apabila ia telah dapat menyebutkan dan
menggunakannya secara tepat.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah operasi atau prosedur yang diharapkan dapat dikuasai siswa
secara cepat dan tepat. Siswa dikatakan menguasai keterampilan apabila ia dapat
menunjukkan keterampilan tersebut secara tepat, dapat menyelesaikan berbagai jenis
masalah yang memerlukan keterampilan tersebut, dan menerapkan keterampilan tersebut
ke dalam berbagai situasi.
3. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang dapat menentukan
apakah suatu objek atau kejadian merupakan contoh atau bukan contoh konsep. Siswa
dikatakan menguasai konsep apabila ia mampu mengidentifikasi contoh dan non-contoh
10
konsep.
4. Prinsip
Prinsip adalah rangkaian beberapa konsep secara bersama-sama beserta hubungan
(keterkaitan) antarkonsep tersebut. Siswa dikatakan menguasai prinsip apabila ia dapat
mengidentifikasi konsep-konsep yang terkandung di dalam prinsip tersebut, menentukan
hubungan antarkonsep, dan menerapkan prinsip tersebut ke dalam situasi tertentu.
Soedjadi mengemukakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu dasar, baik aspek
terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya
penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu, matematika perlu
dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik terapannya maupun pola pikirnya.
Itulah alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di setiap jenjang sekolah.
Mengingat begitu luasnya materi matematika, maka perlu dipilih materi-materi
matematika tertentu yang akan diajarkan di jenjang sekolah. Materi matematika yang
dipilih itu kemudian disebut matematika sekolah. Matematika sekolah adalah unsur-unsur
atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada
kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Dengan demikian menurut Soedjadi,
matematika sekolah tidak sama dengan matematika sebagai ilmu dalam hal penyajiannya,
pola pikirnya, keterbatasan semestanya, dan tingkat keabstrakannya. Untuk
mempermudah penyampaiannya, penyajian butir-butir matematika harus disesuaikan
dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa, misalnya dengan menurunkan tingkat
keabstrakannya, atau dalam batas-batas tertentu menggunakan pola pikir induktif,
khususnya untuk siswa di sekolah tingkat rendah, mengingat mereka belum dapat berpikir
secara abstrak dan menggunakan pola pikir deduktif.
Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai
tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, yaitu untuk membekali siswa agar
menguasai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun lebih
dari itu, pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan
matematika yang bersifat formal, yaitu untuk menata nalar siswa dan membentuk
kepribadiannya.
11
Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak
hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah kognitif, tetapi juga untuk
mencapai tujuan dalam ranah afektif dan psikomotor. Pembelajaran matematika yang
baik tidak hanya dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk
menghasilkan siswa yang berkepribadian baik. Hal ini dapat dimengerti, sebab menurut
Soedjadi, tidak semua siswa yang menerima pelajaran matematika pada akhirnya akan
tetap menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya. Padahal hampir
semua siswa memerlukan penalaran dan kepribadian yang baik dalam kehidupan seharihari.
Dalam hal ini, tugas guru matematika sangat strategis. Ia dituntut untuk dapat
merancang pembelajaran matematika sedemikian rupa sehingga dapat membantu siswa
dalam mengembangkan sikap dan kemampuan intelektualnya, sehingga produk dari
pembelajaran matematika tampak pada pola pikir yang sistematis, kritis, kreatif, disiplin
diri, dan pribadi yang konsisten.
Selama ini, pembelajaran matematika di sekolah lebih mengutamakan pencapaian
tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, tetapi kurang memperhatikan
pencapaian tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yakni untuk menata nalar
siswa dan membentuk kepribadiannya. Hal ini dapat dipahami, mengingat tidak sedikit
guru yang melaksanakan pembelajaran semata-mata untuk menyampaikan materi
pelajaran atau transfer pengetahuan. Menurut Bishop (2000), masih sedikit guru yang
mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran yang telah dilaksanakan dan bagaimana
merancang pembelajaran matematika sehingga dapat mengembangkan nilai-nilai
matematika pada siswa. Bahkan pada umumnya guru kurang mengetahui adanya nilainilai
matematika. Menurut Bishop, values in mathematics education is the deep affective
qualities which education fosters through the school subject of mathematics. Nilai-nilai
dalam pendidikan matematika merupakan komponen penting dalam pembelajaran
matematika di kelas. Nilai-nilai itu dapat dibelajarkan kepada siswa baik secara implisit
maupun eksplisit dalam pembelajaran matematika di kelas. Misalnya, melalui rangkaian
langkah-langkah pemecahan masalah dalam matematika, siswa dilatih untuk bersikap
kritis, cermat, runtut, analitis, rasional, dan efisien. Dalam pembelajaran matematika yang
dikembangkan guru selama ini, tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu
untuk membentuk nalar dan kepribadian siswa, diharapkan dapat tercapai dengan
12
sendirinya. Melalui pembelajaran matematika, diharapkan siswa secara otomatis dapat
tertata nalarnya, dapat berpikir kritis, logis, cermat, analitis, runtut, sistematis, dan
konsisten dalam bersikap.
Perencanaan pembelajaran matematika yang demikian menurut Soedjadi disebut
perencanaan pembelajaran by-chance. Pembelajaran yang demikian tentu saja masih
diperlukan. Namun, seiring perkembangan matematika yang begitu pesat serta
diperlukannya matematika dan pola pikirnya dalam berbagai bidang, maka guru perlu
secara sengaja merancang pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan nilainilai
edukatif dalam matematika secara aktif kepada siswa. Perencanaan pembelajaran
yang demikian menurut Soedjadi disebut perencanaan pembelajaran by-design. Guru
secara sengaja mendesain pembelajaran matematika yang memungkinkan di dalamnya
terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh kembangnya kepribadian
siswa. Nilai-nilai yang dibelajarkan kepada siswa di kelas sedapat mungkin juga
mencakup nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara umum. Misalnya, melalui
aktivitas diskusi, siswa dilatih untuk menghargai dan mengkritisi pendapat orang lain,
menghargai kesepakatan, dan berlatih mengemukakan pendapat dengan argumentasi
yang kuat.
2.4.2 Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget, skema berkembang seturut dengan perkembangan intelektual.
Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang, yaitu: (1) taraf
sensori-motor, (2) taraf pra-operasional, (3) taraf operasional konkret, dan (4) taraf
operasional formal. Taraf sensori-motor berkembang pada anak sejak lahir sampai sekitar
umur 2 tahun. Pada taraf ini, anak belum dapat berpikir dan menggambarkan suatu
kejadian atau objek secara konseptual, meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada,
yaitu dibentuknya skema/skemata. Pada taraf pra-operasional, yang berkembang pada
umur 2-7 tahun, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa bentuk
pengungkapan. Pada taraf ini, penalaran pralogika juga mulai berkembang. Pada umur 7-
11 tahun yang disebut taraf operasioanal konkret, anak mengembangkan kemampuan
menggunakan pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan konkret.
Pada taraf operasional formal (11-15 tahun), anak sudah mengembangkan pemikiran
13
abstrak dan penalaran logis untuk berbagai persoalan. Pada keempat taraf perkembangan
kognitif di atas, skema seseorang berkembang.
2.4.3 Media Pembelajaran
Secara umum, media dapat diartikan sebagai apa saja yang dapat menyalurkan
informasi dari sumber informasi ke penerima informasi. Media merupakan salah satu
komponen dalam proses komunikasi. Komponen-komponen dimaksud adalah sumber
informasi, informasi, dan penerima informasi, serta komponen keempat adalah media.
Apabila salah satu dari keempat komponen ini tidak ada, maka proses komunikasi tidak
mungkin terjadi. Dengan demikian, media hanya akan bermakna apabila ketiga komponen
lainnya ada.
Pengertian media pembelajaran tidak jauh berbeda dengan pengertian media
dalam proses komunikasi. Menurut Schramm, media pembelajaran dapat diartikan
sebagai teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Sedangkan menurut Briggs media pembelajaran diartikan sebagai sarana
untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran.
Sarana dimaksud dapat berupa perangkat keras maupun perangkat lunak. Sarana
pembelajaran yang berupa perangkat keras antara lain adalah papan tulis, penggaris,
jangka, timbangan, dan kartu permainan bilangan. Sedangkan contoh sarana yang
dikategorikan sebagai perangkat lunak antara lain adalah lembar kegiatan siswa (LKS),
lembar tugas, petunjuk permainan matematika, dan program-program komputer.
Penggunaan media pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan metode pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah prosedur yang disengaja dirancang untuk membantu siswa
belajar lebih baik dan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Keterkaitan antara media pembelajaran dan metode pembelajaran dalam kegiatan
pembelajaran digambarkan sebagai berikut.
14
Sebagai contoh, misalkan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas
menggunakan OHP (Over Head Projektor) melalui aktivitas diskusi, maka OHP tersebut
adalah media pembelajaran, sedangkan diskusi adalah metode pembelajaran yang sengaja
dirancang untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Terdapat
berbagai cara untuk mengklasifikasikan media pembelajaran. Secara umum, media
pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu alat-alat produk teknologi
yang digunakan untuk menampilkan pesan/informasi yang disebut perangkat keras
(hardware) seperti OHP, televisi, cassete recorder, dan program/pesan yang ditampilkan
melalui alat tersebut yang disebut perangkat lunak (software), seperti slide, film, video
cassete. Bletz membagi media pembelajaran menjadi tiga macam, yaitu media yang
dapat didengar, media yang dapat dilihat, dan media yang dapat bergerak. Dari ketiga
macam media pembelajaran tersebut yang paling lengkap adalah audio-visual gerak (ada
gambar, suara, dan gerak). Sedangkan Schramm (1977) membagi media menurut
banyaknya audiens yang dilayani sebagai berikut.
A. Media untuk audiens besar, seperti televisi, radio, dan internet.
B. Media untuk audiens kecil, seperti film suara, film bisu, video tape, slide, radio,
audiotape, audiodisc, foto, papan tulis, chart, dan OHP.
C. Media untuk individu, seperti media cetak (hand-out), dan computer assisted
15
instruction (CAI).
Media pembelajaran dapat berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada
siswa antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah
penyampaian konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap atau retensi belajar
siswa. Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti, media pembelajaran dapat difungsikan
sebagai berikut.
a. Sebagai alat bantu mengajar (dependent media)
Efektivitas penggunaan media tergantung cara dan kemampuan guru dalam
menggunakan, misalnya gambar, dan transparansi.
b. Sebagai media belajar mandiri (independent media)
Media dirancang, dikembangkan, dan diproduksi secara sistematik, serta dapat
menyalurkan informasi secara terarah untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya: radio,
televisi, film, dan video. Keuntungan model ini yaitu guru dapat memberikan waktu
banyak bagi siswa yang benar-benar membutuhkan, siswa menjadi aktif, siswa dapat
belajar sesuai kecepatan masing–masing.
2.4.4 Contoh Pembelajaran Matematika
Berikut diberikan contoh pembelajaran matematika, pada topik bilangan, yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intuisi anak, melalui permainan tebak
angka. Mintalah siswa untuk memikirkan suatu bilangan. Berikan pertanyaanpertanyaan
selidik untuk menebak bilangan yang dipikirkan anak tersebut, seperti berikut ini.
Guru : Coba pikirkan suatu bilangan.
Anal : ya (anak memikirkan suatu bilangan)
Guru : Apakah bilangan itu lebih besar dari 25?
Siswa : Tidak...
16
Guru : Apakah bilangan itu terletak antara 10 dan 20?
Siswa : ya
Guru : Apakah bilangan itu genap?
Siswa : ya
Dan seterusnya, hingga guru dapat menebak bilangan yang dipikirkan anak.
Setelah guru dapat menebak bilangan yang dipikirkan oleh anak, selanjutnya siswa
diminta untuk menebak suatu bilangan yang dipikirkan guru dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan selidik serupa.
Untuk membelajarkan konsep perkalian, kepada siswa dapat dihadirkan beberapa
benda real yang tersusun menurut aturan tertentu, misalnya satu ‘kotak’ teh botol (berisi
24 botol) yang tersusun empat-empat seperti berikut ini.
Melalui aktivitas diskusi kelompok, siswa diminta untuk menghitung banyaknya
gelas dalam kotak tersebut. Kemungkinan besar siswa akan menjawab 24, meskipun
dengan cara-cara yang mungkin berbeda. Siswa diminta untuk menjelaskan cara mereka
menjawab. Guru dapat menanyakan kepada siswa bagaimana cara menghitung gelasgelas
tersebut dengan cepat (tanpa menghitung satu-persatu). Beberapa kemungkinan
jawaban siswa adalah:
 Siswa menghitung satu persatu semua gelas yang ada sehingga diperoleh hasil 24.
 Siswa memperhatikan pola susunan gelas dan menjawab sebagai berikut. Karena
‘empatnya ada enam’, maka banyaknya semuan gelas adalah 4+4+4+4+4+4 yang
sama dengan 24 atau karena ‘enamnya ada empat, maka banyaknya semua gelas
adalah 6+6+6+6 yang sama dengan 24 juga.
 Siswa langsung mengalikan: 6 x 4 = 24.
17
BAB III
SIMPULAN
MIPA adalah kependekan dari MIPA dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dimana
penggabungan dari dua cabang ilmu yaitu MIPA dan ilmu pengetahuan Alam. Tujuan dari
penggabungan menjadikan satu ilmu adalah agar cabang-cabang ilmu yang saling
berkaitan itu dapat di satu rumpunkan hingga dapat saling menunjang satu sama lainnya
dalam penyajiannya ataupun pengembangannya. Adapun dalam pembelajarannya terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya :
1. Faktor siswa
a). Tidak adanya motivasi dari siswa itu sendiri
b). Siswa beranggapan bahwa pelajaran MIPA sukar untuk dipahami
c). Banyak siswa yang tidak memahami pentingnya pelajaran MIPA
2. Faktor guru
 Banyak guru MIPA yang belum sepenuhnya menguasai bidang study yang
diajarkanya.
 Banyak guru MIPA yang kurang mengikuti perkembangan MIPA.
 Banyak guru MIPA yang tidak bisa membuat alat-alat peraga.
 Banyak guru MIPA yang berprilaku otoriter terhadap siswa,dan tidak
mencerminkan seorang guru.
3. Faktor sarana penunjang
a). Ruang kelas yang tidak kondusif, tidak punya perpustakaan
b). Laboratorium dengan alat-alat yang kurang memadai.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://annisaicak.blogspot.co.id/2013/12/permasalahan-pendidikan-mipa.html
http://dfislover.blogspot.co.id/2012/09/makalah-dasmipa.html
http://helenatampubolonchemistry.blogspot.co.id/2011/11/faktor-faktor-yangmempengaruhi.
html
http://igfandyjayanto.blogspot.co.id/2012/02/dasar-dasar-mipa_20.html
http://mardiyahphysic.blogspot.co.id/2014/01/permasalahan-pendidikan-mipa.html
http://raden-fisika.blogspot.co.id/2014/01/hakekat-mipa_12.html
http://sukiman-barcitizen.blogspot.co.id/2014/01/makalah-ddkmipa.
html/05/10/2015/13.10
staff.uny.ac.id/sites/.../Pengembangan%20Pemb%20Matematika_1.pdf/
05/10/2015/16.48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar