MAKALAH
PUASA
Diajukan sebagai salah satu tugas kelompok
pada Mata Kuliah
AGAMA 1

Dosen
Disusun Oleh
Elis Fitriani
Ade Sukaesih
Vita Riyanti
|
: Sulaeha
: Kelompok 3
: 14102032011CA
: 14102052001CA
: 14102062011CA
|
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang
memberikan kenikmatan pada kita sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Agama 1.
Makalah ini disusun guna melengkapi
tugas mata kuliah AGAMA 1. Teriring ucapan terimakasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan karena kekurangan dan ketebatasan pengetahuan penulis. Untuk itu, saran dan
masukan dari berbagai pihak sangat bermanfaat bagi siapa saja yang berkenan
membacanya.
Serang, 14 Oktober 2014
Penulis
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………… i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………. ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakag Masalah………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………… 3
C. Tujuan Penulisan……………………………………………….. 3
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................... 4
A. Pengertian Puasa……………………………………………….. 4
B. Keutamaan Puasa………………………………………………. 5
C. Macam-macam Puasa………………………………………….. 6
D. Manfaat dan Tujuan Puasa……………………………………... 8
BAB
III PENUTUP............................................................................... 12
A. Kesimpulan……………………………………………………... 12
B. Saran……………………………………………………………. 12
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................. 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu ibadah yang
sangat mulia dan disyariatkan dalam Islam.Dan setiap ibadah itu, tentu saja
mengandung hikmah dan tujuan.Termasuk dalam tujuan berpuasa ini di dalam Islam
itu sendiri. Puasa bertujuan salah satunya adalah untuk menjadi orang-orang
yang bertakwa seperti yang tertulis dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah di atas.
ياايّهاالذين
امنوا كتب عليكم الصّيام كما كتب على الّذين من قبلكم لعلّكم تتّقون (البقرة :
183)
artinya :"Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan
kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum
kamu, supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." (QS. Al-Baqarah :
183).
Puasa merupakan tempat pembinaan bagi setiap muslim untuk membina dirinya, di mana masing-masing mengerjakan amalan yang dapat memperbaiki jiwa, meninggikan derajat, memotivasi untuk mendapatkan hal-hal yang terpuji dan menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak. Juga memperkuat kemauan, meluruskan kehendak, memperbaiki fisik, menyembuhkan penyakit, serta mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Dengannya pula berbagai macam dosa dan kesalahan akan diampuni, berbagai kebaikan akan semakin bertambah, dan kedudukan pun akan semakin tinggi. Allah Ta’ala telah mewajibkan bagi kaum muslimin untuk menjalankan puasa sepanjang bulan Ramadhan, bulan tersebut merupakan sayyidusy syuhuur (penghulu bulan-bulan lainnya), padanya dimulai penurunan al-Qur-an. Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan, pendekatan diri, kebajikan, kebaikan, sekaligus sebagai bulan pengampunan, rahmat dan keridhaan. Padanya pula tedapat Lailatul Qadar yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Puasa merupakan tempat pembinaan bagi setiap muslim untuk membina dirinya, di mana masing-masing mengerjakan amalan yang dapat memperbaiki jiwa, meninggikan derajat, memotivasi untuk mendapatkan hal-hal yang terpuji dan menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak. Juga memperkuat kemauan, meluruskan kehendak, memperbaiki fisik, menyembuhkan penyakit, serta mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Dengannya pula berbagai macam dosa dan kesalahan akan diampuni, berbagai kebaikan akan semakin bertambah, dan kedudukan pun akan semakin tinggi. Allah Ta’ala telah mewajibkan bagi kaum muslimin untuk menjalankan puasa sepanjang bulan Ramadhan, bulan tersebut merupakan sayyidusy syuhuur (penghulu bulan-bulan lainnya), padanya dimulai penurunan al-Qur-an. Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan, pendekatan diri, kebajikan, kebaikan, sekaligus sebagai bulan pengampunan, rahmat dan keridhaan. Padanya pula tedapat Lailatul Qadar yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Puasa
merupakan satu penampakan praktis dari berbagai penampakan kesatuan kaum
muslimin, kesetaraan antara si kaya dan si miskin, penguasa dan rakyat, orang
tua dan anak kecil, serta laki-laki dan perempuan.Mereka berpuasa untuk Rabb
mereka, seraya memohon ampunan-Nya dengan menahan diri dari makan pada satu
waktu dan berbuka dalam satu waktu juga. Mereka sama-sama mengalami rasa lapar
dan berada dalam pelarangan yang sama di siang hari, sebagaimana mereka
mempunyai kedudukan yang sama dalam mengibarkan syi’ar-syi’ar lain yang
berkenaan dengan puasa. Dengan demikian, puasa merealisasikan semacam kesatuan tujuan,
rasa, nurani, dan tempat kembali di masyarakat yang berpuasa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian puasa ?
2.
Apa Manfaat dan Tujuan puasa ?
3.
Apa sajakah macam-macam puasa ?
4.
Apakah keutamaan dari puasa ?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan harapan mahasiswa mampumenjelaskan dan
memahami tentang :
1.
Puasa
2.
Mampu mengaplikasannya di kehidupan sehari-hari
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
As-Saumu
(Puasa), menurut bahasa arab adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti
makan, minum, nafsu, dan menahan bicara yang tidak bermanfaat.
Sedangkan menurut istilah As-Saumu (Puasa) adalah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai
dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat ada syarat tertentu.
1.
Rukun Puasa
a.
Niat : (Diucapkan pada malam harinya), orang yang
berpuasa ramadhan wajib niat pada malam hari sebelum terbit fajar.
b.
Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari
terbit fajar sampai terenam matahari.
2.
Syarat Sah Puasa
a.
Islam : (Orang yang diluar Islam tidak wajib berpuasa)
b.
Mumayiz (Dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
c.
Suci dari haid dan nifas (Keduanya wajib mengkhada
atau membayar puasa yang ditinggalkanya.
d.
Dalam waktu yang diperbolehkan puasa
e.
Berakal sehat (Tidak gila)
f.
Tidak dalam perjalanan jauh bagi musafir atau yang
diperjalanan jauh tidak wajib berpuasa. Allah SWT berfirman yang artinya “Dan
barang siapa sakit atau dalam perjalanan (Dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S. Al-Baqarah : 185
)
g.
Sanggup berpuasa. Karena seseorang yang benar-benar
tidak sanggup berpuasa dia tidak wajib berpuasa tapi harus menggantinya pada
hari-hari yang lain, atau membayar fidyah yaitu memberi makan fakir miskin
selama tidak berpuasa.
Adapun
Orang-orang yang digolongkan yang tidak sanggup berpuasa, yaitu Sebagai berikut
:
-
Wanita hamil dan orang yang sedang menyusui.
-
Orang yang sudah sangat tua atau lemah
-
Para pekerja berat
-
Orang yang sakit keras.
3.
Syarat wajib puasa
a.
Berakal
b.
Baligh
c.
Kuat berpuasa (Orang yang tidak kuat puasa karena
sudah lanjut usia atau sakit tidak diwajibkan puasa)
4.
Penyebab batalnya puasa
a.
Makan dan minum dengan sengaja
b.
Muntah dengan sengaja
c.
Melakukan hubungan suami istri
d.
Keluar darah (Haid atau nifas)
e.
Keluar mani dengan sengaja
f.
Gila
B.
Keutamaan Puasa
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairoh Ra.
Bahwa Nabi SAW bersabda yang Artinya sebagai berikut :
“
Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas
sepuluh kali lipat. Allah ta’ala berfirman: Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku
yang langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan Syahwat, makan dan minum
karena-Ku”. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan
ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh
bau mulut orang yang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi”.
Adapun
keutamaan yang lain ibadah puasa adalah:
1. Puasa adalah Jalan Meraih
Takwa
2. Puasa adalah Penghalang dari
Siksa Neraka
3. Puasa akan Memberikan
Syafa’at bagi Orang yang Menjalankannya
4. Orang yang Berpuasa akan
Mendapatkan Pengampunan Dosa
5. Puasa adalah Penahan Syahwat
6. Pintu Surga Ar Rayyan bagi
Orang yang Berpuasa
7. Orang yang Berpuasa Memiliki
Waktu Mustajab Terkabulnya Do’a
C.
Macam-macam Puasa
Berdasarkan
hukumnya puasa terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
1.
Puasa wajib
Yaitu
puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat
dosa, adapun puasa wajib diantaranya puasa pada bulan Ramadhan dan puasa Nadzar
dan puasa Kafarat.
2.
Puasa Sunnah
Yaitu
puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak
berdosa. Adapaun macam-macam puasa sunnah adalah sebagai berikut :
a.
Puasa enam hari di bulan syawal
b.
Puasa sembilan hari di bulan Dzulhijjah
c.
Puasa Arafah bagi orang yang tidak berhaji
d.
Puasa pada bulan Muharram
e.
Puasa Asyura dan puasa pada hari sebelumnya atau sesudahnya
f.
Puasa bulan Sya’ban
g.
Puasa Senin dan Kamis
h.
Puasa Tiga Hari hari tiap Bulan, terutama Ayyamul Bidh
i.
Berpuasa sehari dan berbuka sehari secara kontinu
3.
Puasa Haram
Puasa
yang apabila dikerjakan mendapat dosa dan apabila tidak dikerjakan mendapat
pahala, Adapun puasa haram itu diantaranya puasa pada dua hari Raya dan pada
hari tasyrik.
4.
Puasa Makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa
makruh itu antara lain :
a. Puasa Hari Jum’at secara Sendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” [9]
b. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”[10]
3. Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.[11]
D.
Manfaat dan Tujuan Puasa
Puasa memiliki beberapa manfaat ditinjau dari segi
kejiwaan, sosial dan kesehatan, diantaranya:
1.
Puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana
menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketakwaan yang kokoh dalam diri,
yang ia merupakan hikmah puasa yang paling utama.
2.
Membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan,
juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan
mendorong mereka berbuat kebajikan. Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari
kejahatan dan kerusakan.
3.
Ditinjau dari segi kesehatan ialah puasa dapat membersihkan usus-usus,
memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan
makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
4.
Puasa dapat mematahkan nafsu. Karna berlebihan, baik dalam makan maupun
minum serta menggauli istri.
5.
Menggosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika
berbagai nafsu sahwat itu di turuti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati,
selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya
lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, ia
menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, kemudian
semata-mata di manfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
6.
Orang kaya menjadi tau seberapa nikmat allah atas dirinya. Allah
mengaruniainya nikmat yang tak terhingga, pada saat yang sama bayak orang-orang
miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah dengan terhalangnya
dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat
yang ia hadapi karenanya, itu akan mengingatkan dia kepada orang-orang yang
sama sekali tak dapat menikmatinya.
7.
Mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada anak Adam.
Karena setan masuk kepada anak adam
melalui jalan aliran darah.
Adapun Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Ini dikatakan
dalam sebuah ayat Al-Quran yang memerintahkan orang yang berimanuntuk berpuasa.
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah… (Q., 2: 115).gjgjgjkhkghkkhkhkhk
Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena mengenai orang beriman, yang …apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya.
Orang beriman adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh pada agama. Mereka dijanjikan oleh Allah kebahagiaan hidup…mereka yang berkata “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap berpegang teguh (pada agama), mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih (Q., 46: 13). Al-Quran menyebut, inilah orang-orang yang menjadikan takwa–pengalaman akan kehadiran Yang Ilahi itu–dan keridaan Allah sebagai asas hidup mereka. Allah mengatakan, Manakah yang terbaik? Mereka yang mendirikan bangunannya atas dasar takwa dan keridlaan Allah, ataukah yang mendirikan bangunannya di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka… (Q., 9: 109).nmnnnn,,n,n,nnn,nnn,n,n,n
Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah menjadikan takwa ini sebagai asas dan pandangan hidup yang benar. Ayat di atas menegaskan bahwa asas hidup yang selain takwa dan keridaan Allah itu adalah salah, diibaratkan dengan orang yang “mendirikan bangunan di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka”.
Tentang takwa ini, menarik melihat bahwa takwa adalah kesejajaran “iman” dan “tali hubungan dengan Allah”–yang merupakan dimensi vertikal hidup yang benar. Karena itu pengertian takwa bersifat ruhaniah, yang masih harus diterjemahkan dalam segi-segi konsekuensial yang mengikutinya (misalnya dalam kaitan iman dan amal-saleh, yang disimbolkan dalam “takbirat al-ihram” dalam shalat yang bersegi keruhanian, dan “salâm” yang bersegi komitmen sosial).
Dalam Al-Quran s. Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman kepada yang gaib; (2) mendirikan shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3) beriman kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum Al-Quran; dan (5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat.
Kelima ciri takwa ini adalah an sich ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan utama dalam ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal, private, tanpa kemung¬kinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengetahui, apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang bersifat ruhani, puasa itu harus diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang juga private, sehingga dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa amal perbuatan adalah bentuk lahiriah yang tampak mata, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan (yang amat private) di dalamnya.
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah… (Q., 2: 115).gjgjgjkhkghkkhkhkhk
Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena mengenai orang beriman, yang …apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya.
Orang beriman adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh pada agama. Mereka dijanjikan oleh Allah kebahagiaan hidup…mereka yang berkata “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap berpegang teguh (pada agama), mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih (Q., 46: 13). Al-Quran menyebut, inilah orang-orang yang menjadikan takwa–pengalaman akan kehadiran Yang Ilahi itu–dan keridaan Allah sebagai asas hidup mereka. Allah mengatakan, Manakah yang terbaik? Mereka yang mendirikan bangunannya atas dasar takwa dan keridlaan Allah, ataukah yang mendirikan bangunannya di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka… (Q., 9: 109).nmnnnn,,n,n,nnn,nnn,n,n,n
Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah menjadikan takwa ini sebagai asas dan pandangan hidup yang benar. Ayat di atas menegaskan bahwa asas hidup yang selain takwa dan keridaan Allah itu adalah salah, diibaratkan dengan orang yang “mendirikan bangunan di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka”.
Tentang takwa ini, menarik melihat bahwa takwa adalah kesejajaran “iman” dan “tali hubungan dengan Allah”–yang merupakan dimensi vertikal hidup yang benar. Karena itu pengertian takwa bersifat ruhaniah, yang masih harus diterjemahkan dalam segi-segi konsekuensial yang mengikutinya (misalnya dalam kaitan iman dan amal-saleh, yang disimbolkan dalam “takbirat al-ihram” dalam shalat yang bersegi keruhanian, dan “salâm” yang bersegi komitmen sosial).
Dalam Al-Quran s. Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman kepada yang gaib; (2) mendirikan shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3) beriman kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum Al-Quran; dan (5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat.
Kelima ciri takwa ini adalah an sich ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan utama dalam ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal, private, tanpa kemung¬kinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengetahui, apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang bersifat ruhani, puasa itu harus diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang juga private, sehingga dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa amal perbuatan adalah bentuk lahiriah yang tampak mata, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan (yang amat private) di dalamnya.
Kembali ke takwa, maka pangkal takwa adalah keimanan yang mendalam kepada Allah dan kesadaran tanpa ragu sama sekali akan kehadiran-Nya dalam hidup dan segala kegiatan manusia. Puasa sebagai ibadah yang sangat private merupakan latihan dan sekaligus peragaan kesadaran ketuhanan: peragaan akan pengalaman kehadiran Yang Ilahi. Inilah tujuan pokok puasa yang kemudian melimpah kepada nilai-nilai hidup yang menjadi konsekuensinya, yang menjadikan adanya hikmah kemanusiaan dari ibadah puasa ini, sebuah hikmah yang dilatih dengan “menahan diri”, makna literal dari shiyâm atau shaum atau puasa itu sendiri.
Maka dengan menanggung derita sementara ini (dengan menahan diri secara jasmani, nafsani dan ruhani) ada proses penyucian yang akan memperkuat segi-segi kelemahan manusiawi (apalagi “manusia adalah pembuat kesalahan” erare humanum est, begitu kata pepatah Latin). Kelemahan manusiawi yang amat mencolok adalah kecenderungannya mengambil hal-hal jangka pendek, karena daya tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang (lihat Q., 75: 20). Terhadap kelemahan manusiawi ini, Tafsir Yusuf Ali mengatakan, “Manusia suka tergesa-gesa dan segala yang serba tergesa-gesa. Dengan alasan ini ia menyandarkan imannya pada hal-hal yang fana, yang datang dan pergi, dan mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan-lahan, yang tujuan sebenarnya baru akan terlihat sepenuhnya di akhirat kelak”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Puasa memiliki arti menahan, menahan dari segala sesuatu yang
membatalkannya, para muslimin tidak hanya menahan makan dan minum tapi ada
banyak hal. Puasa terbagi empat macam yaitu, Puasa wajib, Sunnah, Mubah dan
Haram. Banyak manfaat dan keutamaan dari puasa, baik itu puasa Wajib ataupun
Sunnah, Orang Muslim tidak akan merasa rugi melaksanakan ibadah puasa apabila
sesuai dengan aturan-aturan dalam berpuasa.
B.
Saran
Setelah memahami materi tentang
“Puasa” maka semoga kita bisa melaksanakan ibadah puasa dengan baik, dengan
hanya mengharap Ridho Allah SWT,
Terutama puasa wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah.
1997. Risalah Ramadhan. Jakarta: Yayaan Al-Sofyan.
Al-Qathani,
Sa’id. 2011. Buku Pintar Puasa Sunah. Solo: Aqwam.
Buletin.muslim.or.id/Ibadah-2/Keutamaan-Puasa.
Dariislam.blogspot.com/2009/08/tujuan-puasa.html.
Kulsum,
Umi. 2007. Risalah Fiqih Wanita Lengkap. Surabaya: Cahaya Mulia.
Multahim.
2007. Pendidikan Agama Islam 2 Penuntun Akhlak. Jakarta: Yudistira.
Safirasafitria.blogspot.com/2011/macam-macam
puasa.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar