Pendidkan Tanpa Syariat Akan Sekarat
Oleh : Elis Fitriani (Pendidik dan Aktivis Back to Muslim Identity
Banten)
Baru-baru ini terjadi lagi kekerasan terhadap guru yang tidak lain
pelakunya adalah muridnya sendiri, ini bukan hal aneh lagi saat ini, pembunuhan
seolah menjadi berita rutinitas harian yang dikabarkan melalui berbagai media, belum
lagi yang tidak dimuat di media, hanya bisa mengelus dada, miris dan sedih
mendengar berita kriminal yang dilakukan oleh pelajar, usia emas yang
seharusnya menjadi tonggak peradaban.
Kejadian tragis ini menimpa seorang pahlawan tanpa tanda jasa
bernama Alexander Warupangkey (54), guru SMK
Ichtus, Manado, Sulut, yang ditikam hingga tewas oleh muridnya. Sebelum
ditikam, guru tersebut dikeroyok terlebih dahulu oleh para siswanya hingga
nyawanya tak terselamatkan saat dalam penanganan medis.
Konon pengeroyokan itu terjadi lantaran siswa
tersebut tidak terima karena ditegur saat merokok, karena merasa tersinggung
dengan ucapan gurunya, sehingga nekat menghilangkan nyawa yang berjasa padanya.
Pendidikan karakter yang merupakan
salah satu dari nawacita era jokowi-jusuf kala yang digaung-gaungkan memiliki 5
nilai pancasila yang tercantum dalam gerakan Penguatan Pendidkan Karakter (PPK)
yakni religius, nasionalis, integritas kemandirian dan gotong royong.
Bisa kita lihat output dari
gerakan yang diterapkan, ternyata tidak menghasilkan perubahan namun telah
nyata kebobrokan dalam dunia pendidikan saat ini, SMK bisa! Siap kerja! Dan
jargon-jargon lainnya yang bermakna generasi siap kerja dan mampu bersaing
tidak ada jargon yang siap mencerak generasi beriman dan betaqwa, karena urusan
keimanan bukanlah urusan negara namun diserahkan terhadap masing-masing individu
menurut kepercayaan masing-masing, sekulerisme telah nampak terjadi, agama
tidak boleh turut campur dalam mengurusi kehidupan negara, sehingga terpisahlah
agama dari kehidupan. Kemudian melahirlah para manusia sekuler liberal baik
dalam sosial, buadaya, politik maupun dunia industri.
Gerakan literasi yang termaktub
dalam kurikulum yang berlaku saat ini setidaknya memliki 6 literasi dasar yang
bertujuan untuk menyiapkn generasi untuk menghadapi industri 4.0 seperti yang
diucapkan menteri pendidikan dan kebudayaan yang dilansir dalam jeda.id Muhadjir
Effendy ”Tugas kita sekarang adalah meningkatkan peran pendidikan dasar untuk
menyongsong abad XXI. Mempersiapkan generasi emas tahun 2045, menyongsong era industri
4.0,”
Generasi memang membutuhkan kemampuan dalam
menghadapi era industri era 4.0 namun bukan berarti harus meninggalkan pondasi
dasar dalam mendidik generasi untuk menjadi generasi emas sesungguhnya. Pada 6
literasi tersebut tidak terlintas sedikitpun untuk membentuk generasi yang
beriman, semua terfokus pada kemampuan yang mampu menghasilkan keuntungan yang besar, meningkatnya minat baca agar
berpengetahuan luas, meningkatkan kemampuan numerisasi, literasi sains agar
dapat bersaing saat olimpiade dan mampu untuk meraih finansial yang lebih menjanjikan,
generasi diajak untuk menggali ilmu untuk memenuhi segala kebutuhan hidup namun
tidak dituntun menjadi generasi yang peduli dengan akhiratnya.
Kecemerlangan Pendidikan pada masa Peradaban
Islam tidak bisa dinafikan baik oleh kaum muslim maupun barat yang notabenenya
nonmsulim. merekapun mengakui bahwa ilmu pengetahuan pada masa Peradaban Islam
berkembang pesat bahkan barat berhutang budi pada kaum muslim. Masa ini mampu
mencetak para ulama sekaligus ilmuwan yang karyanya masih dinikmati sampai saat
ini, Ibnu sina misalnya yang ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seorang
dokter dan ilmuwan, Al-khawarizmi seorang ahli matematika, astronomi, astrologi
dan geografi. Al-kindi seorang penulis dalam berbagai disiplin ilmu dan masih
banyak lagi para ilmuwan muslim lainnya.
Mengapa saat ini tidak ada ilmuwan muslim yang
ahli dalam berbagai cabang ilmu? Padahal dunia sudah mengalami modernisasi,
seharusnya lebih mampu mencetak generasi unggul. Namun yang terjadi Justru
semakin tepuruk dan menghasilkan generasi yang tak patut menjadi suri tauladan.
Perbedaan mendasar dalam hal ini adalah karena
sistem yang diterapkan, selama sistem islam tak diterapkan maka hanya akan ada
kehancuran dan kehancuran berikutnya, kesejahteraan hanya akan menjadi bayang semu
yang selalu dijanjikan dari rezim satu ke rezim selanjutnya. Kemajuan hanya
akan menjadi impian belaka dan angan-angan semata. Yakin masih mau bertahan
dalam sistem yang rusak?